pernah ada masa-masa dalam cinta kita
kita lekat bagai api dan kayu
bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
hingga terlambat untuk menginsafi bahawa
tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu
pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
namun tak sedar, hakikatnya kita saling meniadai
di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyedari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
bahkan saling nasihat pun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api
padahal saat itu, kau sedang dalam kesulitan
seperti katamu, kau sedang perlu bimbingan
maka seolah aku telah membiarkan
orang bisu yang merasakan kepahitan
menderita sendiri, getir dalam sunyi
-ataukah memang sejak dulu begitulah aku?-
dan sekarang aku merasa bersalah lagi
seolah hadirku kini cuma untuk menegur
hanya mengajukan keberatan, bahkan menyalahkan
bukan lagi penguatan, bukan lagi uluran tangan
-kurasa uluran tanganku yang dulu pun membuat kita
hanya berputar-putar di kubangan yang kau gali itu- |
No comments:
Post a Comment